DIMENSI KEFILSAFATAN ILMU DAN TEORI KEPERAWATAN
A.
ONTOLOGI
1.
Hakekat yang dikaji
Ontologi merupakan salah
satu kajian filsafat yang paling kuno dan berasal dari Yunani. Studi tersebut
membahas keberadaan sesuatu yang bersifat konkret. Tokoh Yunani yang memiliki
pandangan yang bersifat ontologis dikenal seperti Thales, Plato dan Aristoteles.
Pada masanya, kebanyakan orang belum membedaan antara penampakan dengan kenyataan.
Thales terkenal sebagai filsuf yang pernah sampai pada kesimpulan bahwa air
merupakan substansi terdalam yang merupakan asal mula segala sesuatu. Namun
yang lebih penting ialah pendiriannya bahwa mungkin sekali segala sesuatu itu
berasal dari satu substansi belaka (sehingga sesuatu itu tidak bisa dianggap
ada berdiri sendiri).
Hakekat kenyataan atau realitas memang bisa didekati
ontologi dengan dua macam sudut pandang:
- kuantitatif,
yaitu dengan mempertanyakan apakah kenyataan itu tunggal atau jamak?
- Kualitatif,
yaitu dengan mempertanyakan apakah kenyataan (realitas) tersebut memiliki
kualitas tertentu, seperti misalnya daun yang memiliki warna kehijauan,
bunga mawar yang berbau harum.
Secara sederhana ontologi bisa dirumuskan sebagai ilmu yang
mempelajari realitas atau kenyataan konkret secara kritis.
Beberapa aliran dalam bidang ontologi, yakni Realisme,
naturalism, empirisme
Istilah istilah terpenting yang terkait dengan ontologi
adalah:
- yang-ada
(being)
- kenyataan/realitas
(reality)
- eksistensi
(existence)
- esensi
(essence)
- substansi
(substance)
- perubahan
(change)
- tunggal
(one)
- jamak
(many)
Ontologi ini pantas
dipelajari bagi orang yang ingin memahami secara menyeluruh tentang dunia ini
dan berguna bagi studi ilmu-ilmu empiris (misalnya antropologi, sosiologi, ilmu
kedokteran, ilmu budaya, fisika, ilmu tekhnik dan sebagainya)
2. Ontologi Sains
Poedjawijatna mendifinisikan filsafat sebagai jenis
pengetahuan yang berusaha mencari sebab yang sedalam-dalamnya bagi segala
sesuatu berdasarkan akal pikiran belaka, sedangkan Bakry mengatakan bahwa
filsafat adalah sejenis pengetahuan yang menyelidiki segala sesuatu
dengan mendalam mengenai ketuhanan, alam semesta dan manusia, sehingga dapat
menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana hakikatnya sejauh yang dapat dicapai
oleh akal manusia dan bagaimana sikap manusia itu seharusnya setelah mencapai
pengetahuan itu.
1. Hakikat
pengetahuan Sains
Pertama , maslah rasioanal . Dalam sains , pernyataan atau
hipotesis yang dibuat haruslah berdasarkan rasio. Misalnya hipotesis yang
dibuat adalah “makan telur ayam berpengaruh positif terhadap kesehatan “.
Hal ini berdasrkan rasio : untuk sehat diperlukan gizi, telur ayam banyak
mengandung nilai gizi , karena itu , logis bila semakin banyak makan
telur ayam akan semakin sehat.
Hipotesis ini belum diuji kebenarannya. Kebenarannya barulah dugaan.
Tetapi hipotesis itu telah mencukupi syarat dari segi kerasionalanya. Kata
“rasional “ disini menunjukan adanya hubungan pengaruh atau hubungan sebab
akibat.
Kedua , masalah empiris. Hipotesis yang dibuat tadi diuji (
kebenaranya ) mengikuti prosedur metode ilmiah. Untuk menguji hipotesis
ini digunakan metode eksperimen. Misalnya pada contoh hipotesis diatas,
pengujianya adalah dengan cara mengambil satu kelompok sebagai sampel, yang
diberi makan telur ayam secara teratur selama enam bulan, sebagai kelompok
eksperimen. Demikian juga, mengambil satu kelompok yang lain, yang tidak
boleh makan telur ayam selama enam bulan sebagai kelompok kontrol.
Setelah enam bulan , kesehatan kedua kelompok diamati. Hasilnya , kelompok yang
teratur makan telur ayam rata-rata lebih sehat.
Setelah terbukti ( sebaiknya eksperimen dilakukan
berkali-kali ), maka hipotesis yang dibuat tadi berubah menjadi teori. Teori “
makan telur ayam berpengaruh terhadap kesehatan “ adalah teori yang
rasional – empiris. Teori seperti ini disebut sebagai teori ilmiah (scientific
theory).
Cara kerja dalam memperoleh teori tadi adalah cara
kerja metode ilmiah. Rumus baku metode ilmiah adalah : logico –
hypotheticom – verificatif ( buktikan bahwa itu logis – tarik hipotesis –
ajukan bukti empiris ) .
Pada dasarnya cara kerja sains adalah kerja mencari hubungan
sebab akibat, atau mencari pengaruh sesuatu terhadap yang lain. Asumsi
dasar sains ialah tidak ada kejadian tanpa sebab . Asumsi ini benar bila
sebab akibat itu memiliki hubungan rasional.
2. Struktur Pengetahuan Sains
Ahmad Tafsir, membagi sains menjadi dua, yaitu sains kealaman
dan sains sosial. Dalam makalh ini hanya ditulis beberapa ilmu.
1.
Sains Kealaman
- Astronomi
- Fisika
:
mekanika, bunyi, cahaya, dan optik, fisika nuklir
- Kimia
:
kimia organik, an organik , kimia teknik
- Ilmu
bumi :
paleontologi, geofisika, mineralogi, geografi
- Ilmu
hayat :
biofisika, botani zoologi
1. Sains Sosial
- Sosiologi
:
sosiologi pendidikan , sosiologi komunikasi
- Antropologi
:
antropologi budaya, antroplogi politik, antropologi ekonomi
- Psikologi : psikologi pendidikan,
psikologi anak , psikologi abnormal
- Ekonomi
:
ekonomi makro, ekonomi lingkungan
- Politik
:
politik dalam negeri, politik hukum, politik internasional
3. Ontologi Keilmuan Keperawatan
Ilmu Keperawatan mencakup ilmu-ilmu dasar
(alam, sosial, perilaku), ilmu biomedik, ilmu kesehatan masyarakat, ilmu dasar
keperawatan, ilmu keperawatan komunitas, dan ilmu keperawatan klinik yang
aplikasinya menggunakan pendekatan dan metode pemecahan masalah secara saitifik
atau ilmiah, ditujukan untuk mempertahankan, menopang, memelihara dan meningkatkan
integritas kebutuhan dasar manusia.
Wawasan
Ilmu Keperawatan
mencakup ilmu yang mempelajari bentuk dan sebab
tidak terpenuhinya kebutuhan dasar manusia, melalui pengkajian mendasar tentang
hal yang melatarbelakangi serta mempelajari barbagai upaya untuk mencapai
kebutuhan dasar tersebut melalui pemanfaatan semua sumber yang ada dan
potensial.
Bidang garapan dan fenomena
yang menjadi obyek studi ilmu keperawatan Ada penyimpangan atau tidak
terpenuhinya kebutuhan dasar manusia (bio-psiko-sosio-kultural-spiritual) mulai
dari tingkat individu utuh, mencakup seluruh siklus kehidupan sampai pada
tingkat masyarakat, yang juga tercerminkan pada tidak terpenuhinya kebutuhan
dasar pada tingkat sistem organ fungsional sampai molekuler.
Ontologi Keperawatan
Jawaban
pertanyaan ontologi tentang keperawatan berdasarkan pancasila dapat
didefinisikan dalam beberapa pendapat. Calilista roy (1976) mendefinisikan
bahwa keperawatan merupakan definisi ilmiah yang berorientasi kepada praktik
keperawatan yang memiliki sekumpulan pengetahuan untuk memberikan pelayanan
kepada klien. Sedangkan florence nightingale (1895) mendefinisikan keperawatan
sebagai berikut, keperawatan adalah menempatkan pasien dalam kondisi paling
baik bagi alam dan isinya untuk bertindak. Dari beberapa definisi di atas dapat
disimpulkan bahwa ontology keperawatan adalah upaya pemberian pelayanan/asuhan
yang bersifat humanistic dan expert, holistic berdasarkan ilmu dan kiat, serta
standart pelayanan dengan berpegang teguh kepada kode etik yang melandasi perawat
expert secara mandiri atau melalui upaya kolaborasi. Kode etik disini tentunya
sesuai dengan pancasila dan tidak menyimpang dari pancasila.
Objek yang
menjadi kajian keperawatan adalah manusia, dalam hal ini adalah pasien.
Pasien atau pesakit adalah seseorang yang menerima perawatan
medis. Sering kali, pasien menderita. Keperawatan memiliki cara pandang pada
respon manusia terhadap masalah kesehatan dalam memenuhi kebutuhasn dasarnya.
Bantuan perawat diberikan kepada keadaan individu, kelompok, atau masyarakat
yang tidak mampu berfungsi secara sempurna dalam masalah kesehatan dan proses
penyembuhannya. Jadi pasien, penyakit dan proses perawatan merupakan objek
kajian keperawatan sedangkan subjeknya adalah perawat.
B.
EPISTEMONOLOGI
Pengertian Epistimologi
Epistimologi adalah pembahasan mengenai metode yang
digunakan untuk mendapatkan pengetahuan . Epistimologi menjelaskan pertanyaan-
pertanyaan seperti : bagaimana proses yang memungkinkan diperolehnya suatu
pengetahuan ? Bagaimana prosedurnya ? Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar
kita mendapatkan pengetahuan yang benar ? Lalu benar itu sendiri apa ?
Kriterianya apa saja.
o
Objek Pengetahuan Sains
Objek pengetahuan sains (yaitu objek-objek yang diteliti
sains ) ialah semua objek yang empiris. Jujun S. Suriasumantri (filsafat
ilmu : Sebuah pengantar populer, 1994 : 105 ) menyatakan bahwa objek
kajian sains hanyalah objek yang berada dalam ruang lingkup pengalaman manusia.
Yang dimaksud pengalaman disini ialah pengalaman indera.
a. Indera
Indera digunakan untuk berhubungan dengan dunia fisik atau
lingkungan disekitar kita. Indera ada bermacam-macam ; yang paling
pokok ada lima (panca indera), yakni indera penglihatan(mata) yang memungkinkan
kita mengetahui warna, bentuk, dan ukuran suatu benda ; indera pendengaran
(telinga ) yang membuat kita membedakan macam-macam suara ; indera penciuman
(hidung ) untuk membedakan bermacam-macam bau-bauan ; indera perasa (lidah)
yang membuat kita bisa membedakan makanan enak dan tidak enak ; dan indera
peraba (kulit ) yang memungkinkan kita mengetahui suhu lingkungan dan
kontur suatu benda.
Pengetahuan lewat indera disebut juga pengalaman, sifatnya
empiris dan terukur. Kecenderungan yang berlebih kepada alat indera sebagai sumber
pengetahuan yang utama, bahkan satu-satunya sumber pengetahuan, menghasilkan
aliran yang disebut empirisme, mengenai kebenaran pengetahuan jenis ini,
seorang empiris sejati mengatakan indera adalah satu-satunya sumber pengetahuan
yang dapat dipercaya, dan pengetahuan inderawi adalah satu-satunya pengetahuan
yang benar.
Tetapi mengandalkan pengetahuan semat-mata kepada indera
jelas tidak mencukupi. Dalam banyak kasus, penangkapan indera seringkali tidak
sesuai dengan yang sebenarnya. Misalnya pensil dimasukan yang dimasukan ke
dalam air terlihat bengko padahal sebelumny lurus. Benda yang jauh
terlihat kecil , padahal ukuran sebenarnya lebih besar. Bunyi yang terlalu
lemah atau terlalu keras tidak bisa lita dengar. Belum lagi kalau alat indera
kita bermasala , sedang sakit atau sudah rusak, maka kian sulitlah kita
mengandalkan indera untuk mendapatkan pengetahuan yang benar.
b. Akal
Akal atau rasio merupakan fungsi dari organ yang secara
fisik bertempat di dalam kepala yakni otak. Akal mampu menambal kekurangan yang
ada pada indera. Akal lah yang bisa memastikan bahwa pensil dalam air itu tetap
lurus, dan bentuk bulan tetap bulat walaupun tampaknya sabit. Keunggulan akal
yang paling utama adalah kemampuanya menangkap esensi atau hakikat dari sesuatu
, tanpa terikatpada fakta-fakta khusus. akal bisa mengetahui hakikat umum dari
kucing, tanpa harus mengkaitkanya dengan kucing tertentu yang ada dirumah
tetangganya, kucing hitam, kucing garong, atau kucing-kucingan.
c. Hati dan
Intuisi
Organ fisik yang berkaitan dengan fungsi hati atau intuisi
tidak diketahui dengan pasti; ada yang menyebut jantung, ada juga yang menyebut
otak bagian kanan. Pada praktiknya, intuisi muncul berupa pengetahuan yang
tiba-tiba saja hadir dalam kesadaran, tanpa melaui proses penalaran yang
jelas ,non-analitis, dan tidak selalu logis. Intuisi bisa muncul kapan saja
tanpa kita rencanakan , baik saat santai maupun tegang, ketika diam maupun
bergerak. Kadang ia datang saat kita tengah jalan- jalan di trotoar, saat kita
sedang mandi, bangun tidur, saat main catur, atau saat kita menikmati
pemandangan alam.
d. Logika
Logika adalah cara berfikir atau penalaran menuju kesimpulan
yang benar. Aristoteles memperkenalkan dua bentuklogika yang sekarang
kita kenal dengan istilah deduksi dan induksi. Logika deduksi, dikenal juga
dengan nama silogisme, adalah menarik kesimpulan. Dari pernyataan umum
atas hal yang khusus. Contoh terkenal dari silogisme adalah :
- Semua
manusia akan mati (pernyataan umum, premis mayor )
- Isnur
manusia (pernyatan antara ,premis minor)
- Isnur
akan mati (kesimpulan , Konklusi)
Logika induksi adalah kebalikan dari deduksi, yaitu menarik
kesimpulan dari pernyataan-pernyataan yang bersifat khusus menju pernyataan
umum. Contoh :
- Isnur
adalah manusia, dan ia pasti akan mati(pernyataan khusus)
- Muhamad
, Asep, dll adalah manusia, dan semuanya mati (pernyataan antara)
- Semua
manusia akan mati (kesimpulan )
Objek-objek yang dapat diteliti oleh sains banyak sekali :
alam, tetumbuhan , hewan, dan manusia, serta kejadian-kejaadian sekitar alam,
tetumbuhan, hewan dan manusia itu ; semuanya dapat diteliti oleh sains.
o
Cara Memperoleh Pengetahuan Sains
Memperoleh sains didorong oleh paham Humanisme. Humanisme
adalah paham filsafat yang mengajarkan bahwa manusia mampu mengatur dirinya
dan alam. Humanisme telah muncul pada zaman Yunani lama (kuno).
Rasionalisme ialah paham yang mengatakan bahwa akal itulah alat pencari
dan pengukur pengetahuan. Pengetahuan dicari dengan akal, temuanya diukur
dengan akal pula.
Empirisme ialah paham filsafat yang mengajarkan bahwa yang benar ialah
yang logis dan ada bukti empiris. Positivisme mengajarkan bahwa
kebenaran ialah yang logis ,ada bukti empirisnya, yang terukur. “terukur”
inilah sumbangan penting positivisme. Metode ilmiah mengatakan , untuk memperoleh
yang benar dilakukan langkah berikut : logico-hypothetico-verificatif.
Maksudnya , mula-mula buktikan bahwa itu logis, kemudian lakukan pembuktian
hipotesis itu secara empiris.
3. Epistomologi Keperawatan.
Jawaban
pertanyaan epistemologi tentang bagaimana lahirnya ilmu keperawatan berkaitan
dengan kehidupan dahulu. Secara naluriah keperawatan lahir bersamaan dengan
penciptaan manusia. Orang-orang pada zaman dahulu hidup dalam keadaan original.
Namun demikian mereka sudah mampu memiliki sedikit pengetahuan dan kecakapan
dalam merawat atau mengobati. Perkembangan keperawatan dipengaruhi oleh semakin
majunya peradaban manusia maka semakin berkembang keperawatan. Pekerjaan
“merawat” dikerjakan berdasarkan naluri (instink) “mother instinct” (naluri keibuan)
yang merupakan suatu naluri yang bersendi pada pemeliharaan jenis (melindungi
anak, dan merawat orang lemah). Diawali oleh seorang Florence Nightingale yang
mengamati fenomena bahwa pasien yang dirawat dengan keadaan lingkungan yang
bersih ternyata lebih cepat sembuh dibanding pasien yang dirawat dalam kondisi
lingkungan yang kotor. Hal ini membuahkan kesimpulan bahwa perawatan lingkungan
berperan dalam keberhasilan perawatan pasien yang kemudian menjadi paradigma
keperawatan berdasarkan lingkungan. Sehingga semenjak itu banyak pemikiran baru
yang didasari dengan berbagai tehnik untuk mendapatan kebenaran baik dengan
cara Revelasi (pengalaman pribadi), otoritas dari seorang yang ahli, intuisi
(diluar kesadaran),dump common sense (pengalaman tidak sengaja), dan penggunaan
metode ilmiah dengan penelitian-peneltian dalam bidang keperawatan. Misalnya
Peplau (1952) menemukan teori interpersonal sebagai dasar perawatan.
Orlando (1961) menemukan teori komunikasi sebagai dasar perawatan. Roy (1970)
menemukan teori adaptasi sebagai dasar perawatan. Johnson (1961) menemukan
stabilitas sebagai tujuan perawatan dan Rogers (1970) menemukan konsep manusia
yang unik.
Keperawatan
memiliki bahasan yang disusun secara sistematis dan menggunakan metode ilmiah
dimana asuhan keperawatan pada manusia ditunjukan kepada bagian yang tidak
dapat berfungsi secara sempurna yang berkaitan dengan kondisi kesehatn itu
sendiri dan manusia sebagai mahluk yang utuh dan unik. Keperawatan dikatakan
sebagai ilmu karena keperawatan memilki landasan ilmu pengetahuan yang ilmiah
yaitu scientific nursing karena ilmu pengetahuan dan teknologi keperawatan
selalu berkembang. Contoh: Pada perkembangannya, ilmu keperwatan selalu
mengikuti perkembangan ilmu lain. Mengingat ilmlu keperawatan merupakan ilmu
terapan yang selalau berubah menurut tunutnan zaman. Sebagi ilmu yang mulai
berkembang ilmu keperawatan, banyak mendapakatkan tekanan diantaranya tekanan
dari luar dan tekanan dari dalam, sebagi contoh, tekanan dari luar yang
berpengaruh pada perkembangan ilmu keperawatan adalah adanya tuntunan kebutuhan
masayrakat dan industri kesehatan dan tekanan dari dalam yaitu masalah
keperawatan yang secara terus menrus ada dan selalu memerluakan jawaban.
C. AKSIOLOGI
1. Hakikat Aksiologi
Aksiologi yaitu cabang filsafat yang mempelajari tentang nilai secara umum.
Sebagai landasan ilmu aksiologi mempertanyakan untuk pengetahuan yang berupa
ilmu itu digunakan? Bagaimana kaitan ntara cara penggunaan itu dan kaidah
moral? Bagaimana penentuan jek yang ditelaah berdasarkan pilihan moral?
Bagaimana kaitan antara teknik, prosedural yang merupakan operasionaliaasi
metode ilmiah dan norma-norma moral atau profesional? Aksiologi merupakan
cabang filsafat ilmu yang mempertanyakan bagaimana manusia menggunakan ilmunya.
Aksiologi dipahami sebagai teori nilai. Jujun S. Suriasumantri (2010)
mengartikan aksiologi sebagai teori nilai yang berkaitan dengan penggunaan dari
pengetahuan yang diperoleh. Menurut Francia Bacon dalam Jujun bahwa
"pengetahuan adalah kekuasaan" apakah kekuasaan itu merupakan berkat
atau justru malapetaka bagi umat manusia. Memang kalaupun terjadi malapetaka
yang diaebabkan oleh ilmu, kita tidak bisa mengatakan bahwa itu merupakan
kesalahan ilmu, karena ilmu itu sendiri merupakan alat bagi manusia untuk
mencapai kebahagiaan hidupnya. Lagi pula ilmu memiliki sifat netral, ilmu tidak
mengenal baik ataupun buruk melainkan tergantung pada pemilik dalam
menggunaannya.
Aksiologi berasal dari perkataan axios (Yunani) yang berarti nilai, layak,
pantas, patut dan Logos yang berarti teori, pemikiran. Jadi Aksiologi adalah
"teori tentang nilai". Aksiologi merupakan teori nilai yang berkaitan
dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh. Menurut Bramel, aksiologi
terbagi dalam tiga bagian. Pertama, moral conduct, yaitu tindakan moral, bidang
ini melahirkan disiplin khusus, yakni etika. Kedua, esthetic expression, yaitu
ekspresi keindahan. Bidang ini melahirkan keindahan (seni/estetika). Ketiga,
sosio political life, yaitu kehidupan sosial politik, yang akan melahirkan
filsafat sosiopolitik. Jadi, aksiologi yaitu teori tentang nilai-nilai ketiga
aspek ini, yakni moral, keindahan, dan sosial politik.
Lebih lanjut, menurut John Sinclair dalam Jujun S. Suriasumantri (2010), dalam
lingkup kajian filsafat nilai merujuk pada pemikiran atau suatu sistem seperti
politik, sosial, dan agama. Adapun nilai itu sendiri adalah sesuatu yang
berharga, yang diidamkan oleh setiap insan. Aksilogi adalah ilmu yang
membicarakan tentang tujuan ilmu pengetahuan itu sendiri. Jadi, Aksiologi
merupakan ilmu yang mempelaiari hakikat dan manfaat yang sebenarnya dari
pengetahuan, dan sebenarnya ilmu pengetahuan itu tidak ada yang sia-sia kalau
kita bisa memanfaatkannya dan tentunya dimanfadtkan dengan sebaik-baiknya dan
di jalan yang baik pula. Karena akhir-akhir ini banyak sekali yang mempunyai
ilmu pengetahuan yang lebih itu dimanfaatkan di jalan yang tidak
benar.
Pembahasan aksiologi menyangkut masalah nilai kegunaan ilmu. Ilmu tidak bebas
nilai. Artinya pada tahap-tahap tertentu kadang ilmu harus diaesuaikan dengan
nilai-nilai budaya dan moral suatu masyarakat; sehingga nilai kegunaan ilmu
itu dapat dirasakan oleh masyarakat dalam usahanya meningkatkan kesejahteraan
bersama, bukan sebaliknya malahan menimbulkan bencana.
Aksiologi bisa juga diaebut sebagai the theory of value atau teori nilai.
Menurut Suriasumantri, aksiologi adalah teori nilai yang berkaitan dengan
kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh. Aksiologi merupakan kegunaan ilmu
pengetahuan bagi kehidupan manusia, kajian tentang nilai-nilai khususnya etika.
Jadi, Aksiologi yaitu bagian dari filsafat yang menaruh perhatian tentang baik
dan buruk (good and bad), benar dan salah (right and wrong), serta tentang cara
dan tujuan (means and objective). Aksiologi mencoba merumuskan suatu teori yang
konsiaten untuk perilaku etis.
Dewasa ini perkembangan ilmu sudah melenceng jauh dari hakikatnya, dimana ilmu
bukan lagi merupakan sarana yang membantu manusia mencapai tujuan hidupnya,
melainkan bahkan kemungkinan menciptitakan tujuan hidup itu sendiri. Di sinilah
moral sangat berperan sebagai landasan normatif dalam penggunaan ilmu, serta
dituntut tanggung jawab sosial ilmuwan dengan kapasitas keilmuannya dalam
menuntun pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga tujuan hakiki
dalam kehidupan manusia bisa tercapai.
Nilai suatu ilmu berkaitan dengan kegunaan. Guna suatu ilmu bagi kehidupan
manusia akan mengantarkan hidup semakin tahu tentang kehidupan. Kehidupan itu
ada dan berproses yang membutuhkan tata aturan. Aksiologi memberikan jawaban
untuk apa ilmu itu digunakan. Ilmu tidak akan menjadi sia-sia jika kita dapat
memanfaatkannya dengan sebaik-baiknya dan di jalan yang baik pula.
2. Nilai Dan Kegunaan Ilmu (Aksiologi Ilmu)
Erliana Hasan (2011) mengatakan, bahwa nilai (value) termasuk dalam pokok
bahasan penting dalam filsafat ilmu, diaamping itu digunakan juga untuk
menunjuk kata benda yang abstrak dan dapat diartikan sebagai keberhargaan
(worth) atau kebaikan (goodness). Menilai berarti menimbang, yakni suatu
kegiatan menghubungkan sesuatu dengan yang lain yang kemudian dilanjutkan
dengan memberikan keputusan. Keputusan ini menyatakan apakah sesuatu itu
bernilai positif atau sebaliknya. Hal ini dihubungkan dengan unsur-unsur yang
ada pada manusia, yaitu jasmani, cipta, rasa, karsa, dan kepercayaannya.
Dengan demikian, nilai dapat diartikan sebagai sifat atau kualitas dari
sesuatu yang bemanfaat bagi kehidupan manusia, baik lahir maupun batin. Bagi
manusia, nilai dijadikan landasan, alasan, atau motivasi dalam bersikap dan
bertingkah laku.
Terdapat empat pengelompokan nilai, yaitu: (1) kenikmatan, (2) kehidupan, (3)
kejiwaan, dan (4) kerohanian. sesuatu dikatakan material apabila sesuatu itu
berguna bagi jasmani manusia. Demikian juga sesu'tu dikatakan bernilai vital
ketika ia berguna bagi manusia untuk dapat mengadakan kegiatan, dan sesuatu
bernilai kerohanian apabila ia berguna bagi rohani manusia.
Dalam Encliclopedya of Philosophy dijelaskan, aksiologi value and valuation
ada tiga bentuk:
a. Nilai digunakan sebagai kata benda abstrak.
Dalam pengertian yang lebih sempit seperti baik, menarik, dan bagus. Adapun
dalam pengertian yang lebih luas mencakup sebagai tambahan segala bentuk kewajiban,
kebenaran, dan kesucian. Penggunaan nilai yang lebih luas merupakan kata benda
asli untuk seluruh macam kritik atau predikat pro dan kontra, sebagai lawan
dari suatu yang lain, dan ia berbeda dengan fakta. Teori nilai atau aksiologi
ialah bagian dari etika. Lewia menyebutkan sebagai alat untuk mencapai beberapa
tujuan, sebagai nilai instrumental atau menjadi baik atau sesuatu menjadi
menarik, sebagai nilai inheren atau kebaikan seperi estetis dari suatu karya
seni, sebagai nilai intrinsik atau menjadi baik dalam dirinya sendiri, sebagai
nilai kontributor atau nilai yang merupakan pengalaman yang memberikan
kontribusi.
b. Nilai sebagai kata benda konkret. Contohnya
ketika kita berkata suatu nilai atau nilai-nilai, ia sering kali dipakai untuk
merujuk kepada sesuatu yang bernilai, seperti nilainya, nilai dia, dan sistem
nilai dia. Kemudian dipakai untuk apa-apa yang memiliki nilai atau bernilai
sebagaimana berlawanan dengan apa-apa yang tidak dianggap baik atau bernilai.
c. Nilai juga digunakan sebagai kata kerja dalam
ekspresi menilai, memberi nilai, dan dinilai. Menilai umumnya sinonim dengan
evaluasi ketika hal itu secara aktif digunakan untuk menilai perbuatan. Dewey membedakan
dia hal tentang menilai, ia bisa berarti menghargai dan mengevaluasi.
Dari defimisi mengenai aksiologi yang dikemukakan, Amsal Bakhtiar (2011)
menyimpulkan, bahwa permasalahan yang utama dalam aksiologi itu mengenai nilai.
Nilai yang dimaksud yaitu sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan
berbagai pertimbangan tentang siapa yang dinilai. Teori tentang nilai yang
dalam filsafat mengacu pada permasalahan etika dan estetika. Selanjutnya.
dikatakan Surajiyo (2010), pengetahuan ilmiah yaitu pengetahuan yang didalam
dirinya memiliki karakteristik kritia, rasional, logis, objektif, dan terbuka.
Hal ini merupakan suatu keharusan bagi seorang ilmuwan untuk melakukannya.
Namun selain itu, masalah mendasar yang dihadapi ilmuwan setelah ia membangun
suatu bangunan yang kuat yaitu masalah kegunaan ilmu telah membawa manusia.
Memang tidak dapat disangkal bahwa ilmu telah membawa manusia ke arah perubahan
yang cukup besar. Akan tetapi, dapatkah ilmu yang kukuh, kuat, dan mendasar itu
menjadi penyelamat manusia, bukan sebaliknya. Di sinilah letak tanggung jawab
seorang ilmuwan, moral dan akhlak sangat diperlukan. Oleh karena itu, penting
bagi para ilmuwan memiliki sikap ilmiah.
3. Aksiologi Keperawatan
Jawaban
pertanyaan aksiologi, dapat dijelaskan bahwa ilmu keperawatan digunakan sebagai
ilmu, pedoman, dan dasar dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien
dengan berbagai tingkatan dari individu, keluarga, kelompok bahkan sampai
masyarakat luas guna meningkatkan derajat kesehatan pasien tersebut. Sehingga
bisa merubah kondisi seseorang atau sekelompok orang dari kondisi sakit menjadi
sembuh dan yang sudah sehat dapat mempertahankan atau mengoptimalkan derajat
kesehatannya.
Hakekat manusia sebagai makhluk
biopsikososio dan spritual, pada hakekatnya keperawatan merupakan suatu ilmu
dan kiat, profesi yang berorientasi pada pelayanan, memiliki tingkat klien
(individu, keluarga, kelompok dan masyarakat) serta pelayanan yang mencakup
seluruh rentang pelayanan kesehatan secara keseluruhan. Pelayanan dengan
menerapkan kebutuhan pasien sebagai makhluk biopsikososio dan spiritual
merupakan implikasi dari perawat menjalankan tugas sebagai perawat yang
professional berdasarkan pancasila. Penerapan ini tentunya tidak lepas dari
kode etik keperawatan. Kode etik keperawatan merupakan bagian dari etika
kesehatan. Inti dari hal tersebut, yaitu menerapkan nilai etika terhadap bidang
pemeliharaan atau pelayanan kesehatan masyarakat berdasarkan pancasila dan UUD
1945. Kode etik keperawatan Indonesia telah disusun oleh Dewan Pimpinan Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia, melalui Munas PPNI di Jakarta pada
tanggal 29 November 1989.
Seorang
perawat harus mempunyai prinsip-prinsip moral, tetapi prinsip moral itu bukan
sebagai suatu peraturan konkret untuk bertindak, namun sebagai suatu pedoman
umum untuk memilih apakah tindakan-tindakan yang dilakukan perawat itu benar
atau salah.
Beberapa kategori prinsip moral
diantaranya :
-Kebijakan ( dan realisasi diri )
-Kesejahteraan orang lain
-Penghormatan terhadap otoritas
-Kemasyarakatan / pribadi-pribadi
-Dan keadilan
-Kebijakan ( dan realisasi diri )
-Kesejahteraan orang lain
-Penghormatan terhadap otoritas
-Kemasyarakatan / pribadi-pribadi
-Dan keadilan
Seorang
perawat harus mempunyai rasa kemanusiaan dan moralitas yang tinggi terhadap
sesama. Karena dengan begitu, antara perawat dan pasien akan terjalin hubungan
yang baik. Perawat akan merasakan kepuasan batin, bila ia mampu membantu
penyembuhan pasien dan si pasien sendiri merasa puas atas pelayanan perawatan
yang diberikan, dengan kata lain terjadi interaksi antara perawat dan pasien.
Selain prinsip-prinsip moralitas yang dikemukakan diatas, ajaran moralitas dapat juga berdasarkan pada nilai-nilai yang terkandung dalam sila-sila pancasila, misalnya dalam sila I dan sila II.
1. Sila I ( Ketuhanan Yang Maha Esa )
Bahwa kita menyakini akan adanya Tuhan ( Allah SWT ), yang akan selalu mengawasi segala tindakan-tindakan kita. Begitu juga dengan perawat. Bila perawat melakukan Malpraktik, mungkin ia bias lolos dari hukuman dunia. Tetapi hokum Tuhan sudah menanti disana ( akhirat ). Jadi perawat harus mampu menjaga perilaku dengan baik, merawat pasien sebagai mana mestinya.
2. Sila II ( Kemanusiaan Yang adil dan Beradap )
Disini jelas bahwa moralitas berperan penting, khususnya moralitas perawat dalam menangani pasien. Perawat harus mampu bersikap adil dalam menghadapi pasien, baik itu kaya-miskin, tua-muda, besar-kecil, semua diperlakukan sama, dirawat sesuai dengan penyakit yang diderita pasien.
Selain prinsip-prinsip moralitas yang dikemukakan diatas, ajaran moralitas dapat juga berdasarkan pada nilai-nilai yang terkandung dalam sila-sila pancasila, misalnya dalam sila I dan sila II.
1. Sila I ( Ketuhanan Yang Maha Esa )
Bahwa kita menyakini akan adanya Tuhan ( Allah SWT ), yang akan selalu mengawasi segala tindakan-tindakan kita. Begitu juga dengan perawat. Bila perawat melakukan Malpraktik, mungkin ia bias lolos dari hukuman dunia. Tetapi hokum Tuhan sudah menanti disana ( akhirat ). Jadi perawat harus mampu menjaga perilaku dengan baik, merawat pasien sebagai mana mestinya.
2. Sila II ( Kemanusiaan Yang adil dan Beradap )
Disini jelas bahwa moralitas berperan penting, khususnya moralitas perawat dalam menangani pasien. Perawat harus mampu bersikap adil dalam menghadapi pasien, baik itu kaya-miskin, tua-muda, besar-kecil, semua diperlakukan sama, dirawat sesuai dengan penyakit yang diderita pasien.
SUMBER :
Latif,
muhtar. Orientasi kearah pemahaman
filsafat ilmu.
Asmadi,
2008. Konsep dasar keperawatan. Jakarta;
EGC
Kusmardana,
Yani. 2011. Akriologi filsafat ilmu.
Windi,
2011 aksiogio filsafat ilmu.
Haidar.
2011. Konsep otology, epistemology.
Eva,
Rosmalia. 2012 termonologi ilmu dan ilmu
pengetahuan.
youtube.com/embed/2479-4 - videodl.cc
BalasHapushttps://www.youtube.com/embed/2479-4. I love to watch the movie and have seen download youtube videos to mp3 the movie for so long.