Berbagai
penyakit fatal, misalnya kanker, berpangkal pada sel-sel sebagai unit terkecil
jaringan. Kejanggalan berawal pada kelainan gen, yaitu kelainan pembawa kode di
inti sel. Gen cacat inilah yang membuat sel jaringan menjadi sel-sel kanker.
Para ahli
berusaha melawan gen-gen perusak dalam inti sel itu dengan berbagai cara
rekayasa genetika. Upaya yang dirintis tersebut dikenal dengan istilah Terapi Gen. Terapi gen adalah perbaikan
kelainan genetis dengan memperbaiki gen. Sayangnya, penemuan itu tidak segera
dapat diterapkan. Dalam rekayasa genetika, ada kode etik yang melarang keras
percobaan ini pada manusia. Rekayasa ini dikhawatirkan disalahgunakan untuk
mengubah gen pembawa sifat manusia, misalnya untuk membuat manusia super.
Akan terapi,
para ahli tidak selamanya bersikap kaku sebab berbagai penyakit fatal memang
sulit disembuhkan kecuali dengan terapi gen. Maka muncul pendapat tentang perlu
adanya dispensasi. Dispensasi itu dikeluarkan oleh Komite Rekayasa Genetika dari National Institute of Health (NH)
Amerika Serikat pada pertengahan tahun 1990. Dispensasi tersebut mengizinkan
penerapan terapi gen untuk dua jenis penyakit yaitu, penyakit menurun yang
sangat jarang, seperti Adenosine
Deaminase Deficiency (ADD), dan penyakit sejenis kanker kulit yang ganas.
ADD adalah
kelainan yang mengakibatkan penderitanya tidak memiliki daya tahan tubuh sama
sekali. Kontak dengan kuman apapun akan menyebabkan kematian. Penyakit ini
dialami oleh seorang anak dari Texas, AS, yang dijuluki “David The Bubble Boy”. David Vetter meninggal dunia setelah hidup
selama 12 tahun dalam balon plastik yang melindunginya dari kontaminasi. Dokter
gagal menolongnya melalui transplantasi sumsum tulang.
Rusaknya
Sistem kekebalan tubuh pada penderita ADD terjadi akibat sel-sel darah tidak
mampu memproduksi enzim adenosin deaminase (AD) yang diperlukan untuk membangun
daya tahan tubuh.
Sumber : Biologi SMA kelas 12
Tidak ada komentar:
Posting Komentar